";

Kejujuran dan Profesionalitas

  • Koreksi dan kritik terhadap tulisan saudara Ilham Yasir, SH., LL.M

    Membaca tulisan saudara Ilham Yasir selaku komisioner KPU Provinsi Riau di kolom Gagasan Haluan Riau yang dimuat tanggal 11 Oktober 2016 yang berjudul ‘‘Keadilan Pilkada” membuat saya tergelitik dan terpanggil untuk mengkoreksi sekaligus memberikan kritik atas beberapa bagian tulisan itu karena ditemukan norma dan fakta yang kontra produktif dari yang sebenarnya hingga perlu saya luruskan dan bedah dalam tulisan saya ini khususnya seputar pembahasan Pelanggaran Administrasi dan praktek administrasinya itu sendiri.

     
    Bahwa tentang pengambilan dasar hukum yang dikutip khususnya pada alinea 10 tertulis bahwa pelanggaran administrasi adalah pelanggaran mengenai prosedur, mekanisme, juknis dan pedoman yang dikeluarkan dan dijalankan oleh KPU. Lebih lanjut beliau mencantumkan pengaturannya di pasal 138 – 141 UU No. 1/2015 tentang Pilkada.
     
    Saya meluruskan bahwa secara tegas tulisan saudara Ilham terhadap pengertian pelanggaran administrasi tersebut jelas salah dan saya pastikan salah dari sisi teks dan substansinya, berikut penjelasannya:
     
    Pertama; bahwa pengertian pelanggaran administrasi dalam pasal yang sebenarnya (pasal 138 Undang-Undang nomor 1 tahun 2015) tidak ada mencantumkan kata-kata  “Prosedur, mekanisme”.
     
    Kedua; bahwa pengertian pelanggaran administrasi dalam pasal sebenarnya, tidak ada mencantumkan kata-kata  “juknis dan pedoman yang dikeluarkan dan dijalankan oleh KPU”.
     
    Ketiga; bahwa pengertian pelanggaran administrasi yang dimaksud dalam tulisan itu tidak ditemukan pencantuman kata “tata cara”.
     
    Keempat; bahwa Obyek perbuatan melanggar dalam pelanggaran administrasi dalam pasal sebenarnya adalah “tata cara “ dan tidak ada menyebutkan sekaligus obyeknya “mengenai prosedur, mekanisme, juknis dan pedoman yang dikeluarkan dan dijalankan oleh KPU“ sebagai perbuatan dalam pelanggaran  administrasi. Penulisan yang benar tentang penjelasan pelanggaran administrasi dari bunyi pasal 138 UU Nomor 1 Tahun 2015 tersebut adalah “pelanggaran administrasi pemilihan meliputi pelanggaran terhadap tata cara yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilihan dalam setiap tahapan pemilihan”.
     
    Telah diubah
    Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 khusus pada pasal 138 yang dimaksud telah diubah menjadi  “pelanggaran administrasi pemilihan adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilihan dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan diluar tindak pidana pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan”. Didalam penjelasan pasal di undang-undang ini dinyatakan “cukup jelas”. Artinya cukup jelas bahwa dalam pasal ini menerangkan bahwa obyek substantif dari sebuah perbuatan pelanggaran administrasi adalah telah dilanggarnya praktek “tata cara, prosedur dan mekanisme” itu sendiri dan itu dihubungkan atau yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilihan yang dikelola KPU dan jajaran dalam setiap tahapannya. Bukan seperti yang disebutkan penulis sebelumnya bahwa “ Obyeknya dapat berupa berita acara, surat keputusan, juknis dan pedoman tahapan pilkada”.
     
    Saya jelaskan disini bahwa secara prosedur penanganan pelanggaran yang sifatnya pelanggaran administrasi yang dimaksud dalam pasal diatas dilakukan pengawas pemilu mencakup pelanggaran administratif hanya yang berhubungan dengan pelanggaran administratif pada pelaksanaan pemilihan pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan yang erat kaitannya dengan “tata cara, prosedur, dan mekanisme” yang dilakukan oleh KPU dan jajarannya yang dijadikan obyek untuk diamati, dikaji, diperiksa dan dinilai prosesnya oleh Pengawas Pemilu sesuai peraturan perundang-undangan dan hal ini lebih jelasnya juga diatur dalam Pasal 1 angka 29 Peraturan Bawaslu nomor 2 tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Bawaslu nomor 11 tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilu.
     
    Mengenai dokumen yang berbentuk Berita Acara, Surat Keputusan, Juknis dan Tahapan Pilkada dan bentuk fisik lainnya oleh Pengawas Pemilu dijadikan syarat material yang dikelompokan sebagai Barang Bukti. Terkait pelanggaran administrasi ini KPU juga telah mengaturnya dalam Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum pasal 4 yang berbunyi “Kategori pelanggaran administrasi pemilu mencakup penyimpangan terhadap; a. tata kerja KPU, “sampai jajaran kebawahnya”; b. prosedur, mekanisme pelaksanaan kegiatan tahapan pemilu; dan c. kewajiban yang harus dilakukan KPU, “sampai jajaran kebawahnya” dan peserta pemilu.
     
    Peraturan KPU yang lain adalah Nomor 13 Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 25 tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum, pada pasal 18 menyebutkan “tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 meliputi kegiatan: a. mencermati kembali data dan dokumen sebagaimana rekomendasi Bawaslu sesuai tingkatannya; dan/atau b. menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran administrasi pemilu.
     
    Legal Pengadministrasian
    Menyinggung pembahasan penulis awal pada alinea 4, 5, 6 dan10 sesungguhnya telah bersentuhan langsung dengan apa yang terjadi dalam pilkada di Kota Pekanbaru, dimana Panwas telah merekomendasikannya dengan terlebih dahulu melewati proses pengamatan, pengkajian, pemeriksaan dan menilai proses itu kemudian menyampaikan rekomendasi dan diserahkan langsung kepada KPU Kota Pekanbaru di tanggal 4 Oktober 2016 pada jam 19. an. Oleh KPU Kota Pekanbaru kemudian rekomendasi itu ditindaklanjuti dengan menerbitkan Formulir Model PAPTL-2 sebagai Tindak lanjut Rekomendasi Panitia Pengawas Kota Pekanbaru terhadap Dugaan Pelanggaran Administrasi yang mencantumkan tanggal pada tindaklanjut itu dengan tanggal yang sama 4 Oktober 2016 yang diserahkan kepada Panwas pada tanggal 5 Oktober 2016 esok harinya. Untuk menerapkan pasal 18 Peraturan KPU nomor 13 tahun 2014 dalam tindaklanjutnya maka kemudian ditimbulkan pertanyaan, langkah-langkah apa yang telah ditempuh KPU.
     
    Pertama; Apakah KPU telah mencermati kembali data dan dokumen sebagaimana rekomendasi Panwas Kota Pekanbaru. Jika ada hal terkait data dan dokumen yang dianggap kurang maka KPU dapat langsung memintanya kepada Panwas termasuk didalamnya salinan hasil Klarifikasi dari Dokter dan Tim IDI RS yang bersangkutan. Pada kenyataannya KPU hanya melakukan pencermatan dan mengulang kembali pencermatan data atau dokumen dari Surat Keterangan hasil pemeriksaan kemampuan rohani dan jasmani yang berasal dari RSUD Arifin Achmad sebagaimana bunyi yang tercantum dalam tindaklanjutnya, yang diawali dengan penyampaian regulasi KPU, surat KPU dan perjanjian kerjasama.
     
    Kedua; Kepada siapa sajakah atau lembaga manakah, KPU melakukan penggalian, pencarian, dan menerima masukan untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran administrasi dimaksud. Dalam surat tindaklanjut rekomendasi yang disusun KPU itu pada kenyataannya tidak ada menyebutkan nama individu atau lembaga apa yang dimintai pendapat atau masukan untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman tentang pelanggaran administrasi yang sedang terjadi. Pertanyaan lain
     
    Ketiga; Apakah Surat Tindaklanjut Rekomendasi (dalam formulir PAPTL-2) yang disusun KPU tersebut telah memenuhi Standard ketentuan baku. Jawabannya ditemukan beberapa bagian Tidak Standar. Karena pada kenyataannya Surat Tindak Lanjut Rekomendasi yang dibuat tersebut tidak mencantumkan Nomor, tempat, tanggal-bulan dan tahun. Sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 tahun 2014 pada Lampiran 5 mencontohkan fisik Model PAPTL-2 atau Tindak Lanjut Rekomendasi Badan Pengawas Pemilu Terhadap Dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu, jelas dan terang mencantumkan Nomor ( registrasi dari KPU yang bersangkutan), nama tempat, tanggal-bulan-tahun. Pertanyaan lain
     
    Keempat;  Apakah KPU Kota Pekanbaru dalam hal menerbitkan Tindak Lanjut Rekomendasi tersebut benar berdasarkan Pleno. Bahwa terkait hal ini telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 13 tahun 2014 pada pasal 19 yang terdiri dari dua ayat ; (1). Berdasarkan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pasal 18 .........KPU Kabupaten/ Kota,.........membuat keputusan dalam rapat pleno. (2). Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam formulir PAPTL-2. Sebagaimana Lampiran  Model PAPTL-2 dimaksud jelas mencantumkan kolom Nama Ketua dan Anggota dan diberi kolom petunjuk diisi tanda tangan.
     
    Kenyataannya Surat Tindak Lanjut yang diterbitkan pada kolom itu hanya tercantum nama dan tanda tangan Ketua KPU Kota Pekanbaru tanpa ada nama dan tanda tangan Anggota lainnya dan semakin membuktikan prosedur administrasi ini juga tidak ditaati.
     
    Dalam tulisan ini saya juga mengimbau kepada seluruh penyelenggara dan Pengawas Pemilu untuk lebih sungguh-sungguh, berhati-hati, cermat dan teliti dalam menjalankan tugas dan kewenangannya khususnya dalam pembahasan Administrasi dalam Pilkada saat ini untuk kejujuran dan profesional yang sesungguhnya. Salam Hormat, Ketua Bawaslu Provinsi Riau, Edy Syarifuddin.
     
    Diterbitkan Koran Cetak Haluan Riau, Senin, 17 Oktober 2016 halaman 4.

     



OPINI TERKAIT LAINNYA :