Problem Peraturan Pilkada
-
Bercermin ke belakang dalam penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD 2014 yang dikelola KPU RI sebagai penanggung jawab semua perencanaan dan penetapan peraturan yang disebut dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dengan singkatan PKPU. Untuk PKPU tentang tahapan, program dan jadwal saja, ada sembilan penetapan peraturan dengan rincian, satu peraturan awal dan delapan peraturan perubahan. Pertanyaannya apakah hal tersebut akan terjadi lagi dan berpotensi menimbulkan gugatan hukum/masalah di pilkada 2015?
Pertanyaan ini cukup beralasan sekaligus melahirkan beberapa dugaan dengan mencermati tanggal terbit ditetapkan dan diundangkannya beberapa PKPU dalam pelaksanaan pemilihan gubernur/wakil, bupati/wakil dan wali kota/wakil atau pilkada pada 2015 ini. Pertama, PKPU No 2/ 2015 yang ditetapkan 14 April 2015 dan diundangkan 16 April 2015. Kedua, PKPU No3/ 2015 yang ditetapkan 14 April 2015 dan diundangkan 16 April 2015. Ketiga, PKPU No4/ 2015 yang ditetapkan 14 April 2015 dan diundangkan 16 April 2015. Keempat, PKPU No 5/ 2015 ditetapkan dan diundangkan 30 April 2015. Kelima, PKPU No 6/ 2015 yang ditetapkan dan diundangkan 30 April 2015. Keenam, PKPU No7/ 2015 yang ditetapkan dan diundangkan 30 April 2015. Ketujuh, PKPU No8/ 2015 yang ditetapkan dan diundangkan 12 Mei 2015. Kedelapan, PKPU No9/ 2015 yang ditetapkan dan diundangkan 12 Mei 2015. Kesembilan, PKPU No10/ 2015 yang ditetapkan dan diundangkan 12 Mei 2015. Kesepuluh, PKPU No11/ 2015 ditetapkan dan diundangkan 12 Mei 2015.
Analisa
Pemikiran dasar grand design pengelolaan pilkada serentak tahun ini dengan mengacu kepada PKPU No2/ 2015 tentang tahapan, program dan jadwal. Sebagaimana yang tertuang dalam lampiran peraturan ini, tahapan persiapan pada program penyusunan peraturan penyelenggaran pemilihan dijadwalkan pada 23 Februari-30 April 2015. Peraturan tentang tahapan, program dan jadwal ini dijadikan panduan “mesin waktu” untuk semua produk PKPU lain sesudahnya artinya tanggal ditetapkan dan diundangkannya PKPU yang lain pun harus mengacu pada ketentuan mulai 23 Februari dan terakhir 30 April 2015.
Dari sisi jadwal ditetapkan dan diundangkannya untuk PKPU No3, 4, 5, 6 dan 7 sendiri dinilai masih sesuai dengan ketentuannya. Namun tidak demikian dengan PKPU No8, 9, 10 dan 11. Keempat peraturan ini jelas-jelas telah keluar dari ketentuan interval batasan tanggal PKPU No2/ 2015 tersebut karena baru ditetapkan dan diundangkan pada 12 Mei 2015. Itu berarti ada 12 hari “daluarsa” penerbitan PKPU tersebut. Analisa ini cukup beralasan dan dapat mengganggu ritme KPU dalam mengelola pilkada.
Langkah untuk KPU
Tidak mungkin dipaksakan bisa fatal akibatnya, jika demikian maka tidak ada pilihan lain bagi KPU kecuali harus mengubah PKPU No2/ 2015 tersebut. Khusus untuk sembilan KPU kabupaten/kota di Provinsi Riau sendiri tidak mungkin mengambil/menuangkan sebuah keputusan/berita acara terkait tentang dana kampanye peserta, pencalonan, pemungutan dan penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan hasil sebagaimana yang diatur berurutan di PKPU 8, 9, 10 dan 11 untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan hukum di pemilihan bupati-wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota daerahnya sepanjang PKPU No2/ 2015 belum dicabut dan diubah dengan PKPU yang baru. Jika tidak maka akan terjadi kontraproduktif dan membuka celah dan materi gugatan.
Keadaan tersebut mengharuskan KPU RI harus melakukan penataan ulang penjadwalan penyusunan peraturan pemilihan dengan segera membuat Perubahan PKPU No2/ 2015 yang mengakomodir kesiapan dan kemampuan jajaran KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk memperhitungkan dan mengkaji semua Peraturan KPU yang dibuatnya. Tugas selanjutnya adalah bagaimana 9 KPU kabupaten/kota di Riau yang menyelenggarakan pemilihan bupati/wali kota dan wakilnya untuk menempuh konsultasi kepada KPU Provinsi Riau dan meneruskannya ke KPU RI.
Perubahan, Surat Edaran dan Keputusan
Mengutip tulisan saya di Riau Pos, Senin, (27/4) di lajur ke-2 dengan judul “Riau di Pilkada Percepatan” dalam UU No 8 Tahun 2015 pasal 5 khususnya tentang tahapan penyelenggaraan pada ayat 3 lebih spesifik memandatkan kepada KPU kab/kota untuk mengelola beberapa tahapan dimaksud yang secara implisit mengharuskan adanya tindaklanjut, berita acara, tugas, wewenang lain yang harus dipahami serta penetapan yang berujung pada surat keputusan. Peraturan KPU untuk menyikapi UU ini tidaklah hanya berhenti sampai di situ karena masih banyak lagi kemungkinan peluang peraturan tersebut akan direvisi untuk menjawab dinamika yang terjadi di tingkat lokal dan diterbitkannya peraturan pendukung lainnya yang mengharuskan untuk disikapi bahkan keluarnya surat edaran KPU pun bukan suatu yang impossible.
Tulisan tersebut secara umum berangkat dari cara berpikir UU itu sendiri dan penjabaran berupa turunannya sudah otomatis akan diadopsi dan ditegaskankan dalam PKPU yang akan diterbitkan dengan dasar bahwa semua PKPU adalah rangkaian utuh yang tak terpisahkan dalam sistem pengelolaan tahapan, program dan jadwal di pilkada ini. Apabila ditemukan PKPU yang jauh dan berbenturan dari konsep normatif profesionalisme sudah dapat dipastikan untuk diubah. Pembuktian lain secara bersamaan tulisan tersebut dimuat, terbit pula Surat Edaran KPU tertanggal 27 April 2015 dengan No 183/KPU/IV/2015 perihal penjelasan anggota PPK, PPS, dan KPPS belum pernah menjabat dua kali.
Terbuka kemungkinan terbitnya surat edaran KPU lainnya adalah berupa penjelasan adanya penulisan bahasa “penetapan” yang dimuat di semua PKPU di pilkada ini. Hal ini bisa saja terjadi karena ketidakseragaman penegasan bahasa yang digunakan dalam PKPU, ada yang menggunakan KPU kabupaten/kota “menetapkan..... dan seterusnya” dan yang lainnya KPU kabupaten/kota “menetapkan keputusan....dan seterusnya”. Logikanya dengan bahasa “menetapkan....” saja sudah dapat dimengerti bahwa ada bentuk/kegiatan penetapan yang harus diputuskan, terdokumentasikan dan terarsipkan dalam pengelolaannya.
Hal ini pernah terjadi di pileg 2014 terkait zona kampanye yang harus ditetapkan KPU kabupaten/kota untuk dituangkan dalam bentuk keputusan melalui surat KPU tertanggal 30 September 2013 dengan nomor 664/KPU/IX/2013. Alasan lainnya berdasarkan keperluan penjelasan PKPU untuk menjawab multitafsir dan dinamika lokal yang menyusul kemudian. Dikembalikan ke KPU kabupaten/kota masing-masing untuk segera menyikapinya. Pengawas pemilu hanya membangunkan “tidur siang pulas saudara” sebagai sesama penyelenggara dan menindaklanjutinya.
Edy Syarifuddin.Ketua Bawaslu Provinsi Riau
OPINI TERKAIT LAINNYA :