Panwas dan Pilkada Demokratis

  • Polemik dan perdebatan panjang undang-undang pilkada memang sudah berakhir. Ditandai dengan ketukan palu sidang Paripurna DPR 20 Desember 2014 lalu, yang menerima Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi Undang Undang No.1 Tahun 2015. UU ini pun sudah direvisi menjadi UU No. 8 tahun 2015. Lahirnya UU Pilkada tersebut menjadi penting karena menjadi tonggak kemenangan rakyat sekaligus menguatkan pilkada sebagai rezim pemilu. Sebab menurut UU ini pemilihan kepala daerah harus dipilih langsung oleh rakyat. UU ini juga sekaligus meruntuhkan argumentasi yang mengatakan bahwa pilkada bukanlah rezim pemilu. 
     
    Dalam konteks pemilihan kepala daerah itulah, Selasa, 12 Mei 2015 panitia pengawas pemilihan (panwas) 9 kabupaten/kota di Riau akan dilantik guna menyukseskan pilkada serentak 9 Desember 2015. Bersempena dengan itu, tentulah menjadi menarik untuk membahas peran pengawasan pilkada dan upaya mewujudkan pemilihan yang demokratis, setidaknya dalam ranah Provinsi Riau.
     
    Mengutip pidato Ketua Bawaslu RI Prof. Dr. Muhammad M.Si pada pengukuhannya sebagai guru besar di Universitas Hasanuddin Makassar 28 Februari 2015 yang dibacakan hanya berselang beberapa hari setelah pengesahan revisi Undang undang Nomor 1 Tahun 2015 ( revisi UU No. 1 disahkan DPR pada tanggal 17 Februari 2015 ), ia mengatakan pelaksanaan pemilu seharusnya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip-prinsip akuntabilitas yang di dalamnya meliputi aspek transparansi dan partisipasi. Penegasannya di atas menurut saya tentu menguatkan teori pentingnya sebuah lembaga negara yang bertugas untuk memastikan berjalannya prinsip akuntabilitas tersebut dan itu adalah lembaga negara yang bernama pengawas pemilu.
     
    Pidato di atas seperti gayung bersambut dengan tulisan sahabat saya Pramono U Tanthowi Ketua Bawaslu Provinsi Banten yang berjudul: ‘’Negara, Civil Society, dan Upaya Mewujudkan Pemilu berintegritas di Indonesia’’ yang diterbitkan oleh Jurnal Bawaslu RI edisi ulang tahun ke-7 2015. Ia menulis bahwa lembaga pengawas pemilu dapat berperan mewujudkan pemilu berintegritas setidaknya melalui tiga hal.
     
    Pertama, pengawas pemilu berperan untuk melindungi pemilu dari berbagai kecurangan dan pelanggaran dengan cara mendeteksi dan mencegah terjadinya kecurangan dan pelanggaran, serta mengontrol dan mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu oleh KPU.
     
    Kedua, Pengawas Pemilu dapat berperan untuk mewujudkan penegakan hukum pemilu (electoral law enforcement). Dengan kewenangan eksklusif untuk menerima dan menangani dugaan pelanggaran (serta penyelesaian sengketa). Pengawas Pemilu harus mampu menegakkan keadilan pemilu (electoral justice) dan memberikan kepastian hukum. Siapa yang bersalah harus diberi sanksi.
     
    Ketiga, pengawas pemilu memiliki peran memulihkan hak-hak politik peserta pemilu yang dirugikan oleh keputusan-keputusan KPU. Pemberian kewenangan kepada pengawas pemilu untuk menyelesaikan sengketa penetapan peserta pemilu, menjadi peluang bagi pengawas pemilu untuk memu hak hak peserta pemilu yang tidak diloloskan oleh KPU padahal memenuhi persyaratan atau sebaliknya mengoreksi keputusan KPU yang meloloskan peserta pemilu yang sebenarnya tidak memenuhi persyaratan. Sementara itu rekomendasi pengawas pemilu yang harus dijalankan oleh KPU membuat kedudukan pengawas pemilu menjadi semakin kuat secara hukum dan politik.
     
    Dari uraian peran pengawas pemilu di atas, muncul pertanyaan apakah Panwas yang dilantik dapat melakoni perannya demi tercapainya pilkada yang demokratis? Beragam pendapat bisa saja muncul. Namun saya optimis dan seyogyanya kita semua juga harus optimis bahwa panwas yang dilantik dapat mewujudkannya. Setidaknya ada dua alasan yang mengiringinya. 
     
    Pertama, dari segi kompetensi, mereka yang dilantik sudah melewati dua tahapan proses seleksi yang cukup ketat dan waktu yang panjang. Dua tahapan itu adalah seleksi administrasi, ujian tertulis dan wawancara oleh Tim Seleksi yang dipilih dari kalangan akademisi dan profesional. Dari puluhan orang yang mendaftar di setiap kabupaten/ kota, mereka semua adalah orang orang yang mempunyai kapasitas. Kemudian disaring dan diajukan enam nama oleh timsel ke Bawaslu Riau untuk disaring lagi menjadi tiga nama. Bawaslu Provinsi Riau melakukan seleksi tahapan kedua berupa uji kelayakan dan kepatutan. Dari uji kelayakan dan kepatutan itulah kemudian ditetapkan tiga nama untuk dilantik menjadi anggota Panwas di setiap kabupaten/ kota. 
     
    Kedua, dari segi regulasi, UU No. 8 Tahun 2015 sebenarnya sudah mengalami kemajuan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur tata cara pemilihan kepala daerah. Terutama dimuatnya pasal yang mengatur secara pasti tugas, wewenang dan kewajiban panwas. Di samping itu, juga sudah memuat pasal “Penumpasan” atas potensi tidak demokratisnya pillkada selama ini. Seperti pasal 71 ayat 2 yang melarang petahana melakukan pergantian pejabat enam bulan sebelum masa jabatannya berakhir dan di ayat tiga menyebutkan, petahana juga dilarang menggunakan dana kegiatan pemerintah daerah untuk kegiatan pemilihan selama enam bulan sebelum masa jabatannya berakhir. Pelanggaran terhadap aturan tersebut bisa berujung dibatalkan sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota. Pelarangan ini tentu berdampak positif bagi terciptanya persaingan sehat antara calon yang maju baik petahana maupun non petahana. 
     
    Selanjutnya, sumber yang menyebabkan pilkada menjadi tidak demokratis adalah adanya politik dinasti di berbagai daerah di Indonesia. Dalam hal ini undang-undang pilkada juga telah mengantisipasinya dengan memuat pengaturan yang tegas, yakni dengan disyaratkannya calon kepala daerah tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Maksudnya calon yang akan maju tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/ atau garis keturunan Satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.
     
    Akhirnya, saya mengucapkan selamat kepada anggota Panwas yang akan dilannang dan kewajiban sesuai dengan visi, misi serta program yang sudah direncanakan sewaktu mengikuti seleksi. Kepada masyarakat mari kita kawal pilkada nanti agar berjalan sesuai regulasi. Sehingga pilkada serentak tahun ini menjadi pilkada yang jujur, adil dan demokratis.

    Oleh : Rusidi Rusdan, S.Ag., M.Pd.I
    Komisioner Bawaslu Riau

     
    Diterbitkan di Rubrik Opini Riau Pos, Selasa, 12 Mei 2015

74 Pembaca.
Diposkan oleh : Azhar Hasibuan



OPINI LAINNYA